
Minut — Kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menyelimuti pengelolaan Dana Desa Laikit, Kecamatan Dimembe, memasuki fase krusial setelah Inspektorat Kabupaten Minahasa Utara (Minut) menuntaskan audit investigatif.
Perhitungan kerugian keuangan negara yang mencapai Rp350 juta kini menjadi landasan yuridis bagi Kejaksaan Negeri (Kejari) Minut untuk menaikkan status perkara ke tahap penyidikan.
Ini menjadi sebuah langkah yang secara progresif mendekatkan penegakan hukum pada penetapan tersangka.
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasie Pidsus) Kejari Minut, Wilke Rabeta, mengonfirmasi rampungnya perhitungan kerugian tersebut pada Kamis (11/9/2025).
Penegasan ini mengindikasikan bahwa seluruh prasyarat administratif dan faktual telah terpenuhi untuk transisi kasus dari tahap penyelidikan ke penyidikan, sebagaimana diamanatkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Sebelumnya, Kepala Inspektorat Kabupaten Minahasa Utara, Stephen Tuwaidan, memaparkan bahwa timnya telah merampungkan pemeriksaan khusus (pemsus) yang berfokus pada potensi penyimpangan dalam penggunaan Dana Desa Laikit.
Temuan audit menunjukkan kerugian signifikan yang disinyalir bersumber dari program ketahanan pangan desa.
Secara spesifik, modus operandi yang teridentifikasi mencakup dugaan penyimpangan dalam pengadaan ternak babi pada tahun 2023, serta pengadaan ternak ayam dan rica pada tahun 2024.
Di sisi lain, apresiasi disampaikan oleh Antonius Rahabav, Ketua Umum Perkumpulan Penggerak Aspirasi Masyarakat Minoritas Indonesia Maju (2PAM3) yang juga merupakan pihak pelapor kasus ini.
Rahabav menyoroti kecepatan respons Kejari Minut dan meyakini bahwa selesainya perhitungan kerugian negara akan secara otomatis memicu proses penyidikan.
Rahabav juga menegaskan pentingnya konsistensi dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi.
Ia menekankan upaya pengembalian kerugian negara oleh pihak terlapor tidak dapat menghapuskan unsur pidana dan membatalkan proses hukum.
“Tidak boleh ada upaya membayar ganti rugi, itu bertentangan dengan undang-undang. Pembayaran kembali tidak bisa menghapus unsur pidananya,” tegasnya.
Rahabav berharap, kasus ini dapat menjadi momentum strategis dan peringatan tegas bagi seluruh perangkat desa agar lebih berhati-hati, transparan, dan akuntabel dalam mengelola dana yang bersumber dari amanah rakyat.
Langkah hukum selanjutnya, termasuk penetapan tersangka, diharapkan menjadi wujud konkret komitmen Kejaksaan dalam memerangi korupsi di tingkat pemerintahan desa.
(Ven)